Kelebihannya:
- Kita berasa seperti mendapatkan 'keaslian' murni (ibaratnya seperti belajar agama Islam dari orang Arab, belajar agama Budha dari orang India, makan masakan Padang buatan koki orang Padang, makan sate Madura di pulau Madura, belajar bahasa Jawa dari orang Jawa asli, makan hamburger di McDonald, dsb saya rasa anda sudah mengerti maksud saya). Bagi para grappler, 'Mekah'nya BJJ adalah Brazil.
- Untuk lebih mengentalkan keaslian, kita biasanya berasa 'cool' apabila bisa belajar dari orang yang murid langsungnya keluarga Gracie/atau sepupunya (Machado).
Kekurangannya:
- Sebagian besar orang Brazil tidak bisa berbicara Inggris dengan baik memiliki aksen Inggris yang sangat sulit dimengerti.
- Perbedaan budaya yang sangat drastis dengan budaya Amerika Serikat. Saya tadinya berpikir: "Kan mereka itu sama2 ada keturunan bule-nya ... paling mirip2 lah sama orang Amerika Serikat. Ternyata budaya Brazil itu sangat berbeda dengan budaya Amerika Serikat. Bagi orang2 AS, sangat normal sekali bila kita latihan di beberapa sekolah pada saat yang bersamaan, atau belajar bela diri lain. Bagi sebagian besar orang Brazil, hal2 tersebut tabu dan sudah berbau2 'pengkhianatan'. Jadi bahkan bagi orang2 BJJ yang sudah level tinggi tersebut, ternyata mereka juga masih sering menganggap remeh (tidak menghormati) cabang bela diri lainnya. Jadi kalau kita itu belajar BJJ lalu belajar gulat/tinju/dll, maka banyak kasus dimana guru2 Brazil tersebut menganggap itu adalah 'pengkhianatan'.
- Lalu belum lagi metode mengajar guru2 dari Brazil itu sangat disayangkan. Bila anda datang ke kelas BJJ yang 'normal' maka anda akan diajarkan suatu teknik dengan rangkaian2 selanjutnya. Lalu ketika anda datang beberapa hari lagi, maka akan diajarkan teknik lain dari posisi lain yang tidak ada hubungannya dengan beberapa hari sebelumnya.
- Lalu juga pada saat grappling dengan grappler kelas tinggi, kebanyakan guru2 tersebut tidak pernah mengeluarkan jurus2 yang mereka ajarkan di kelas, biasanya yang keluar malah sesusatu yang kita tidak pernah lihat sebelumnya. Bila kita tanya kepada mereka, mereka selalu bilang: "Yang diajarkan ke kamu itu adalah materi 'dasar' saja, dimana gerakan2 tersebut akan membuat otot tubuh kamu menjadi terbiasa dengan gerakan grappling. Nanti kalau sudah lancar". Masalahnya yang dimaksud dengan gerakan2 dasar tersebut kebanyakan adalah gerakan2 yang sangat mudah ditanggulangi. Akhirnya kita jadi terlalu berfokus terhadap mempelajari 'counter2' dari gerakan2 dasar dan counter dari counter yang kita telah pelajari sebelumnya. Coba saja pikirkan berapa banyak gerakan yang harus dipelajari (dan diingat)? Di dalam grappling ada banyak macam posisi (mount, back mount, guard passing, closed guard, open guard, side mount, kesa gatame, kazuri kesa gatame, north south, Front Head Lock, Side Ride, dll - paling tidak sudah ada lebih dari 11 posisi yang hrs dipelajari) dan dari setiap posisi harus paling tidak bisa melakukan 3 gerakan 'dasar', lalu kita harus belajar 3 counter dari gerakan dasar tersebut, lalu counter dari counter (minimal 3 gerakan dan sudah merupakan gerakan baru lagi dari 'dasar' yang diajarkan) gerakan tersebut. Jadi total2 berapa macam gerakan yang harus kita pelajari? Kalau di 'jurus'kan, grapplign/BJJ akan punya ratusan 'jurus' yang sebenarnya mudah di counter. Arti kata lain, saya latihan gerakan2 yang persentase kesuksesannya rendah.
Jujur saja, gabungan dari semua ini membuat perut saya mual. Dan dunia grappling seperti ini saya jalankan selama bertahun2. Padahal di saat yang sama, saya telah latihan tinju dimana tinju hanya memiliki 3 gerakan dasar (pukulan lurus - jab/straight, pukulan melingkar - hook, dan uppercut). Yang banyak detil2 untuk menyempurnakan (sehingga sulit di counter) dan variasi untuk mendapatkan ketiga gerakan dasar tersebut. Tapi saya tetap pisahkan kedua dunia tersebut karena saya pikir: "Memang bukan olah raga yang sama sih".
Wawasan saya mengenai dunia grappling yang 'kompleks' ini mulai berubah ketika bertemu dengan Niko Han setelah beliau kembali dari Amerika Serikat. Niko menunjukan kepada saya materi yang ia ajarkan di kelasnya. Ternyata yang ia ajarkan adalah yang ia lakukan disaat ia grappling melawan orang yang sekelasnya. Jadi ia benar2 mengajarkan apa yang ia lakukan. Lalu Niko juga banyak bercerita bahwa Eddie Bravo (satu2nya orang Amerika Serikat yang mampu men-Tap Out legenda hidup Submission Grappling: Royler Gracie) pun juga melakukan hal yang sama. Yang ia ajarkan adalah yang ia lakukan.
Niko juga pernah mengatakan kepada saya akan pentingnya 'set-ups' atau jebakan2. Jadi maksudnya, kalau kita itu suka melakukan Arm Bar, yang harus kita latih adalah berbagai macam jebakan2 untuk mengarahkan lawan agar secara tidak sengaja memberikan tangannya untuk kita Arm Bar.
Lalu saya mulai melihat kembali apa yang telah saya alami selama ini. Saya perhatikan pelatih tinju saya, Sonny Rambing, juga demikian ketika mengajarkan tinju kepada saya. Menurut pendapat pribadi saya, Sonny adalah salah satu petinju paling berbakat di Indonesia. Senjata pamungkas beliau adalah 'Jab'nya. Ia mengerti berbagai macam cara untuk melandaskan jabnya ke muka lawan. Yang lebih penting lagi, detil dari setiap Jabnya itu sangat diperhatikan sehingga untuk meng-counter satu jabnya saja sudah bikin kewalahan. Jadi tidak masalah bila lawan sudah mengetahui kekuatan Sonny adalah Jabnya, tapi tetap saja diakhir pertandingan, lawan2nya selalu berdarah hidungnya. Mengapa demikian? Karena Sonny telah melatih/menyempurnakan Jabnya sehingga ia telah memiliki suatu 'sistem' untuk melandaskan Jabnya sehingga sangat sulit bagi lawannya untuk meng-counter. Jadi bisa dibilang bahwa Sonny memiliki Jab yang persentase suksesnya tinggi.
Ketika saya mulai latihan dengan Michael Jen, beliau juga dalam proses transformasi untuk membuat sistematika grappling sehingga lebih 'high percentage' dan 'unstopable'. Analogi yang ia gunakan adalah analogi merakit komputer. Bila kita membeli komputer yang dikhususkan untuk digunakan sebagai 'video editing workstation', maka kita akan dihadapkan dengan 2 pilihan: merakit sendiri atau beli sistem jadi.
Komputer rakitan atau dikenal sebagai 'jangkrik' memiliki banyak pilihan untuk meng-install bermacam2 perangkat keras. Komputer rakitan akan cenderung lebih 'canggih' ketimbang sistem komputer yang bermerek. Tapi bila kita banyak melakukan video editing, maka kita akan dihadapkan oleh bermacam2 masalah 'kompatibilitas' perangkat keras. Secara umum komputer yang dibikin oleh perusahaan bermerek akan cenderung lebih stabil ketimbang buatan sendiri. Memang komputer bermerek sering kali tidak menggunakan perangkat keras yang terbaru dan tercanggih, tapi biasanya lebih dapat diandalkan karena lebih jarang 'crash'. Komputer jangkrik yang bagus pun juga bisa menjadi se-stabil bermerek, tapi biasanya sang perakit komputer tersebut juga sudah memiliki 'sistem' merakit juga.
Hal yang serupa juga bisa kita umpamakan ketika kita membeli mobil/motor. Apakah kita akan membeli kendaraan yang 'standar' dari pabriknya atau kita beli mobil yang modifikasi? Yah tentunya bagi pecandu mobil yang sudah biasa bermodifikasi ria, akan mengambil jalan modifikasi (saya pun juga senang modifikasi mobil). Tapi bila kita bicara kehandalan mobil, maka mobil dengan spesifikasi standar dari produsen biasanya akan lebih langgeng ketimbang modifikasi kita. Para penggemar modifikasi yang sudah pengalaman pun juga biasanya akan memiliki suatu 'sistematika' tertentu sehingga relatif modifnya menjadi stabil.
Semoga tulisan ini bisa membantu anda2 yang juga menekuni grappling atau bidang lain.
Terima kasih untuk membaca.
Martin